Liputanberita.tk - Terdakwa kasus pelanggaran UU ITE, Buni Yani membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Bandung, Selasa (20/6/2017).
Aldwin Rahadian yang merupakan penasihat Hukum Buni, menyampaikan sembilan poin keberatan kepada majelis hakim.
Poin pertama terkait kompetensi PN Bandung, yang mengadili perkaranya. Menurut dia, yang berhak memindahkan dari PN Depok ke Bandung adalah Menteri Hukum HAM bukan Mahkamah Agung.
“Penggunaan Pasal 28 ayat 2 juncto 45 ayat 2 tentang UU ITE dalam surat dakwaan JPU melanggar asas legalitas KUHP juga uraian dakwaan tunggal namun diterapkan pada dua pasal,” ujarnya.
Poin keempat, yakni perihal uraian dakwaan pertama yang dianggap tidak jelas. Selanjutnya, penyusunan surat dakwaan tidak sesuai UU KUHP karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan pada terdakwa dan tidak pernah ada dalam berkas dakwaan terdakwa.
Selanjutnya, adalah ketidaksesuaian antara surat uraian dakwaan kedua dan pasal yang didakwakan. Poin ketujuh soal surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP yang diterbitkan dua kali ke instansi kejaksaan yang berbeda.
“SPDP dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi DKI dan Kejati Jawa Barat dan itu diterbitkan bukan pada awal penyidikan,” ucapnya.
“Juga penyidikan tidak sah karena tidak sesuai dengan peraturan kejaksaan tentang penanganan tindak pidana umum dan tata kelola penanganan tindak pidana khusus,” tambahnya.
Terakhir, soal pertimbangan hukum lain karena kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah berkuatan hukum (Inkracht).
Sebelumnya, Buni Yani didakwa dengan Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleltronik jo UU RI No 19/2016 tentang perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang ITE dan dijerat pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) jo pasal 45 huruf A ayat 2 UU RI No 19/2016 tentang perubahan atas UU RI No 11/2008.
0 comments:
Post a Comment