Liputanberita - Seorang perempuan di Iran yang dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap suaminya, kini tengah menantikan hukuman mati. Namun masyarakat internasional mendesak pemerintah Iran untuk membatalkan hukuman tersebut. Pasalnya, pembunuhan tersebut merupakan aksi pembelaan diri.
Seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (11/10), Zeinab Sekaanvand (22) ditangkap pada Februari 2012 silam. Sekaanvand dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap suaminya. Usai menjalani penyelidikan dan diajukan ke meja hijau, Sekaanvand akhirnya divonis dengan hukuman mati.
Namun dalam perkembangannya, Sekaanvand ternyata terpaksa melakukan pembunuhan tersebut. Pasalnya, Sekaanvand kerap menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Seekanvand juga disebut telah menjadi korban KDRT sejak dirinya menikah dengan sang suami yang namanya tidak disebutkan.
Menanggapi hal tersebut, badan Amnesty International meminta agar pengadilan Iran membatalkan keputusan tersebut. Pasalnya, Sekaanvand tak memiliki niat untuk membunuh sang suami. Perbuatan tersebut dilakukan karena dirinya harus melakukan pembelaan diri. Selain itu, Seekanvand juga kerap mengalami kekerasan dari petugas polisi saat berada di tahanan.
“Vonis dijatuhkan pada saat dirinya masih berusia 18 tahun. Ia juga tidak boleh didampingi pengacara. Selain itu, Seekanvand juga disiksa oleh petugas polisi laki-laki saat dirinya ditahan,” ujar Direktur Advokasi di Amnesty International, Philip Luther.
Kasus ini sendiri bukan pertama kalinya terjadi di Iran. Setahun silam, seorang perempuan bernama Fatemeh Salbehi dihukum mati usai dirinya dituduh membunuh suaminya dengan menggunakan racun. Salbehi juga menyebut bahwa dirinya terpaksa membunuh sang suami, karena ia kerap dipukuli saat berada di rumah.
0 comments:
Post a Comment